Kamis, 16 April 2009

Lirik Lagu

PEREMPUAN-PEREMPUAN JALANAN
DALAM KUMPULAN LIRIK LAGU DOEL SUMBANG
Analisis Semotika Signifikasi Ferdinan de Sausure

A. Latar belakang
Wanita adalah salah satu bukti kebesaran Allah SWT, diantara berjuta-juta bukti yang lainnya. Bagaimana tidak, makhluk indah yang sering juga disebut dengan istilah perempuan atau betina (yang ini khusus untuk binatang) selalu menjadi bahan pembicaraan yang menarik, selalu dianggap sebagai sumber inspirasi seniman baik bagi seorang pelukis, penari sampai seorang sastrawan dan yang lebih unik lagi wanita selalu menyuburkan rasa iri yang memang sudah menjadi sifat manusia yang sangat manusiawi.
Pesona wanita sejak dulu hingga sekarang sebetulnya tidak pernah berkurang atau bertambah, hanya tentu saja pada jaman sekarang peranan wanita yang lebih bervariasi dalam pola kehidupan masyarakat, membuat wanita semakin menonjol untuk dibicarakan dan dibahas (terutama oleh kaum lelaki). Membicarakan wanita tidak bisa terlepas dari bentuk tubuh, seksualitas, serta intelektualitasnya. Nampaknya akan terlihat aneh apabila menggambarkan seorang wanita tanpa tambahan komentar khusus mengenai bentuk tubuh ataupun paras wajahnya. Walaupun begitu dari abad ke abad, wanita selalu dianggap sebagai makhluk yang menyimpan berjuta misteri, terkadang terlihat menarik untuk diraih, namun sulit untuk ditaklukkan.
Bahkan yang lebih menunjukkan kekuasaan kaum wanita adalah dunia mode, wajar-wajar saja seorang wanita yang bersikap tomboy, malahan untuk orang-orang tertentu sifat ini dianggap menggemaskan dan menarik untuk disimak. Sebaliknya coba saja bila seorang laki-laki yang bersikap kewanita-wanitaan bukan sikap simpatik yang akan dia dapatkan melainkan cemoohan dan pandangan negatiflah yang menghampirinya.
Pengarang bagaimanapun juga tetap pengarang, yang mengagungkan karyanya. Dalam berkarya mereka tidak akan bisa berhasil maksimal apabila diharuskan memenuhi berbagai macam syarat, bagaimana pun kreatifitas mereka sebagai jati diri tetap akan muncul dalam hasil karya mereka. Begitu pula dalam melukiskan atau menggambarkan perempuan yang jelek, secara tidak sadar mereka akan membayangkan watak perempuan yang tidak disukainya. Dengan merangkai bayangan itu, maka mereka dapat dengan lancar membentuk karakter perempuan yang jelek tersebut dalam lagu-lagu mereka, tanpa melenceng jauh dari aturan yang berlaku. Sebagai contoh adalah kumpulan lirik lagu Doel Sumbang.
Lirik lagu selalu berhadapan dengan keadaan yang paradoksal. Artinya, di satu pihak merupakan keseluruhan yang bulat, yang berdiri sendiri, yang otonom, dan yang boleh dan harus dipahami dan ditafsirkan pada dirinya, sebuah dunia rekaan yang tugasnya hanya satu saja, yaitu patuh-setia pada dirinya sendiri. di pihak lain, tidak ada lirik lagu mana pun yang berfungsi dalam situasi kosong. Setiap lirik lagu merupakan aktualisasi atau realisasi tertentu dari sebuah sistem konvensi atau kode sastra dan budaya, merupakan pelaksanaan pola harapan pada pembaca yang ditimbulkan dan ditentukan oleh sistem kode dan konvensi
Lirik lagu termasuk ragam karya sastra yang memiliki pesan yang amat dalam. pesan-pesan yang ada dalam lagu dapat tercermin langsung maupun dalam bentuk tanda-tanda. Sebagaimana pendapat Aminuddin (1997:77) yang mengatakan bahwa semiotika dalam studi sastra memiliki tiga asumsi, yakni pertama, karya sastra merupakan gejala komunikasi yang berkaitan dengan (i) pengarang, (ii) wujud sastra sebagai sistem tanda, dan (iii) pembaca. kedua, karya sastra merupakan salah satu bentuk penggunaan sistem tanda (system of signs) yang memiliki struktur dalam tata tingkat tertentu. ketiga, karya sastra merupakan fakta yang harus direkonstruksikan pembaca sejalan dengan dunia pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya.
Pemilihan lirik lagu Doel Sumbang sebagai objek penelitian ini tidak lain kerana dibalik image lirik lagu-lagu Doel Sumbang yang hanya mengisahkan tentang cinta antara dua sejoli, ternyata doel sumbang sebagai seorang musisi juga mengangkat tema-tema tentang sosial kemasyarakatan yang dikemas sedemikian rupa sehingga terbentuk sebuah lagu yang indah dan “enak” didengarkan.
Objek penelitian ini adalah kumpulan lirik lagu Doel Sumbang. Kumpulan lirik lagu Doel Sumbang dalam penelitian ini berjumlah 18 lagu (yakni: Aku, Juwita, Gembrot, Keki, Aku Tidak Sinting, Asal Usul, Tumaritis, Rampok, Arti Kehidupan, Kasur Kapuk, Gila Tidak Waras Tidak, Ai, Hoi, Sakit Jiwa, Si Anu, Anjing Menggonggong Kafila Berlalu, Suparti, Silingo). Namun, dari sekian banyak lirik lagu dalam kumpulan lirik lagu Doel Sumbang ini yang dijadikan sampel ada 3 buah lirik lagu, yakni Si Anu, Aku, dan Tumaritis. Pengambilan ketiga sampel ini didasarkan bahwa ketiga lirik lagu ini memiliki keterkaitan antara lirik yang satu dengan lainnya dalam segi topiknya, yakni perempuan-perempuan jalanan.

B. Landasan Teori
Kata semiotika berasal dari bahasa yunani, semeion yang berarti “tanda” (Van Zoest, 1996:vii). Semiotika berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika dan poetika (Kurniawan, 2001:49).
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, ditengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, tetapi juga mengkontitusi sistem terstruktur dari tanda (Barthes, 1988:179).
Jika diterapkan pada tanda-tanda bahasa, maka huruf, kata, kalimat, tidak memiliki arti pada dirinya sendiri. Tanda-tanda itu hanya mengemban arti (significant) dalam kaitannya dengan pembacanya. Pembaca itulah yang menghubungkan tanda dengan apa yang ditandakan (signifie) sesuai dengan konvensi dalam sistem bahasa yang bersangkutan. Dalam penelitian sastra misalnya ini misalnya, kerap diperhatikan hubungan sintaksis antara tanda-tanda (strukturalisme) dan hubungan antara tanda dan apa yang ditandakan (semantik).
Berbicara tentang semiotika, maka terdapat dua pendekatan yang seringkali dijadikan sebagai rujukan para ahli, yakni semiotika komunikasi yang dipelopori oleh Charles Sander Peirce dan semiotika signifikasi yang dipelopori oleh Ferdinand de Saussure. Semiotika komunikasi menekankan pada teori tentang produksi tanda yang salah satu diantaranya mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi, yaitu pengirim, penerima kode (sistem tanda), pesan, saluran komunikasi, dan acuan (hal yang dibicarakan) (Hoed, 2001:140). Sementara semiotika signifikasi memberikan tekanan pada teori tanda dan pemahamannya dalam suatu konteks tertentu.
Dalam penelitian ini, pendekatan yang dipakai adalah pendekatan semiotika Ferdinand de Saussure. Pendekatan yang didasarkan pada pandangan Ferdinand de Saussure ini mengatakan bahwa tanda-tanda disusun dari dua elemen, yaitu aspek citra tentang bunyi (semacam kata atau representasi visual) dan sebuah konsep dimana citra bunyi disandarkan. inilah antara lain, yang dikatakan Saussure:
saya menyebut kombinasi konsep dan citra bunyi sebagai tanda, namun dalam penggunaan dewasa ini,dalam istilah umum, hanya digunakan citra bunyi. sebuah kata yang digunakan untuk contoh (arbor [pohon], dsb) orang cenderung menggunakan bahwa kata arbor dinamakan tanda hanya kerana kata tersebut mengandung konsep tentang pohon (tree) akibatnya konsep tentang ide panca indera secara tak langsung menyatakan bagian ide tentang keseluruhan.
ambiguitas akan muncul bila ketiga makna yang tercakup di sini ditandai dengan tiga makna yang masing-masing maknanya berlawanan satu sama lain. saya bermaksud memastikan bahwa kata “tanda” (signe) itu untuk menyusun keseluruhan dan untuk menggantikan konsep dan citra bunyi masing-masing dengan “petanda” (signifie) dan “penanda” (signifian). kedua istilah terakhir lebih menguntungkan untuk mengindikasikan oposisi keterpisahannya dari aspek yang lain dan dari aspek keseluruhan yang membangunnya
(Alex Sobur, 2003: 32)

Tanda itu sendiri, dalam pandangan Saussure, merupakan manifestasi konkret dari citra bunyi—dan sering diidentifikasi dengan citra bunyi itu sebagai penanda. jadi, penanda dan petanda merupakan unsur-unsur mentalistik. dengan kata lain,di dalam tanda terungkap citra bunyi ataupun konsep sebagai dua komponen yang tak terpisahkan. dengan kata lain kehadiran yang satu berarti pula kehadiran yang lain seperti dua sisi kertas (Masinambow, 2000:12)
Teori mengenai semiotika signifikasi tidak dapat dilepaskan dari dasar-dasar ‘semiotika struktualisme’ yang dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure. Ferdinand de Saussure mendefinisikan semiotika sebagai ilmu yang mengkaji tentang peran tanda sebagai bagian dari kehidupan sosoal. Definisi ini dimaksudkan bahwa bila tanda merupakan bagian dari kehidupan sosial, maka tanda juga merupakan bagian dari aturan-aturan sosial yang berlaku. Ada sistem tanda dan sistem sosial yang keduanya saling berkaitan.
Berkaitan dengan definisi di atas, Saussure mengusulkan dua model analisis bahasa, yaitu analisis bahasa sebagai sebuah sistem (langue), dan bahasa sebagaimana ia digunakan secara nyata oleh individu-individu dalam berkomunikasi secara sosial (parole) (Sobur, 2003:vii).
Semiotika Signifikasi pada prinsipnya adalah semiotika pada tingkat lange. Dalam kerangka kerangka langue, sausure menjelaskan tanda sebagai kesatuan yang tak dapat dipisahkan dari dua bidang, yaitu bidang penanda (signifier) untuk menjelaskan ‘bentuk’ atau ‘ekspresi’ dan bidang petanda (signified) untuk menjelaskan’konsep’ atau ‘makna’.
Relasi antara penanda dan petanda didasarkan pada konvensi inilah yang disebut sebagai signifikasi. Dengan demikian semitika signifikasi adalah semiotika yang mempelajari relasi elemen-elemen tanda dalam sebuah sistem, berdasarkan aturan main dan konvensi tertentu.
Semiotika signifikasi menaruh perhatian pada ‘relasi’ sistemik antara perbendaharaan, aturan pengkombinasian (code), serta konsep-konsep (signified) yang berkaitan dengannya. Kode adalah seperangkat aturan atau konvensi bersama yang di dalamnya tanda-tanda dapat dikombinasikan, sehingga memungkinkan pesan dikomunikasikan dari seseorang kepada orang lainnya.
Dari penjelasan di atas, dapat di tarik suatu simpulan bahwa semiotika signifikasi yang yang berakar pada pemikiran bahasa Saussure, meskipun lebih menaruh perhatian pada tanda sebagai sebuah sistem dan struktur, akan tetapi tidak mengabaikan penggunaan tanda secara konkret oleh individu-individu di dalam konteks sosial. Semiotika signifikasi tidak dipersoalkan adanya tujuan komunikasi, sebaliknya yang diutamakan adalah segi pemahaman suatu tanda.

C. Pembahasan
Dalam merepresentasikan seorang perempuan, Doel Sumbang dalam lirik lagunya menggunakan tiga wujud simbolisme, yakni “wajah”, “badan”, dan “baju”.
Dalam lirik lagunya, doel sumbang menyebutkan/mengambil wujud simbolisme “wajah” sebagai representasi wanita.
ah...ah...ah
perempuan yang wajahnya kurang bagus itu

Pada penggalan lirik lagu di atas, doel sumbang mengatakan yang kurang bagus adalah wajah perempuan, kenapa bukan sifat atau perilaku. kalau kita mencermati ternyata orang dikatakan cantik pertama kali yang dilihat adalah wajahnya, apabila wajahnya tidak berjerawat, kuning, dll maka orang lain akan langsung menganggap bahwa wanita itu cantik tanpa memikirkan bagaimana tingkah lakunya, bagaimana anggota tubuh yang lainnya. Jadi wajah merupakan sentral perhatian orang terhadap perempuan. Oleh karena itu, doel sumbang mengambil symbol wujud wajah sebagai representasi dari kecantikan atau harga diri seorang perempuan.
Selain wajah sole sumbang juga mengambil wujud “pakaian/baju” dan juga “badanmu” untuk merepresentasikan wanita.
sekarang badanmu sudah tak bersih lagi
sekarang bajumu sudah tak rapi lagi
kotor oleh debu kedudududu

Pada kutipan lirik lagu tersebut Doel Sumbang mengambilkan kata “baju” sebagai wujud simbolisme perempuan. Baju sebagaimana kita ketahui adalah sebagai penutup rasa malu. Misalanya seseorang yang tidak berpakai tentunya akan dikatakan orang gila, tidak punya malu, dan lain lain. Sangat tepat sekali bila Doel Sumbang merepresentasikan wanita dengan wujud simbolisme “baju”, karena seorang perempuan mempunyai rasa malu yang tinggi dibandingkan dengan laki-laki atau dengan kata lain “baju” yang merupakan representasi rasa malu sangat dijunjung oleh perempuan.
Semetara penggunaan kata “badan” sebagai wujud simbolisme dari perempuan yang pilih Doal Sumbang sangat wjar. Seorang perempuan akan sangat marah atau kesal kepada dirinya sendiri, kalau badannya gemuk. Perempuan akan bingung ketika berat badannya semakin bertambah. Sebaliknya, perempuan akan sangat senang bila berat badannya menurun. Dengan demikian penggunaan kata “badan” sebagai wujud simbolisme seorang perempuan adalah wajar, karena badan bagi perempuan sudah menjadi ciri khas dan daya tarik tersendiri, sehingga wujud simbolisme “badan” sudah dapat mewakili perempuan secara keseluruhan.

Ø Perempuan pelacur
Pada lagu doel sumbang diceritakan tentang perempuan-perempuan pelacur. Dalam lirik lagunya doel sumbang mengatakan bahwa perempuan pelacur adalah perempuan yang kurang bagus.
ah...ah...ah
perempuan yang wajahnya kurang bagus itu
adalah perempuan yang sering pergi sore, pulang pagi
siang molor, malam melek


perempuan yang wajahnya kurang bagus itu
adalah perempuan yang laris
begitu banyak yang suka
begitu banyak yang cinta
siapa dia? siapa dia?
Segala macam si dia punya
Jual apa, menjual apa?
Jual apa, dijual berapa?



Ø Perempuan penggoda
yaitu kota bandung
kota kembang yang sekarang sudah menjadi kota kambing
dimana bnyak gadis mengaku tidak perawan
lantaran jatuh dari pohon keres sang tetangga
atau kuserempet kendaraan roda empat buatan jepang

aku masuk sekolah dasar alternatif
yang ibu gurunya centil-centil
serta suka berpakaian lahap tembus pandang
hingga di dadanya nampak belahan
seperti bentuk ketepel

Ø Perempuan pembohong

sekarang sudah bukan lagi alat-alat kosmetik
perias wajahmu

sekarang badanmu sudah tak bersih lagi
sekarang bajumu sudah tak rapi lagi
kotor oleh debu kedududu
oleh debu kelicikan
oleh debu kebejatan
oleh debu kebejatan moral
oleh debu kemunafikan
dalam diriku tumbuh hasrat
hasrat tuk memandikanmu
tapi ku tak mampu


Sebagaimana dijelaskan dalam kajian pustaka, bahwa semiotika signifikasi merupakan kajian relai sisitemik.dalam kajian Relasi sistemik ini bisa kita lihat dalam penggalan lirik lagu “Si Anu” dalam kumpulan lirik lagu Doel Sumbang sebagai berikut:
perempuan yang wajahnya kurang bagus itu
adalah perempuan yang pernah jadi
kekasih si itu, kekasih si ini
Simpanan si A, simpanan si B, simpanan si C, simpanan si D

Dalam penggalan lirik lagu di atas terdapat relasi sistemik antara perbendaharaan “simpanan si A, simpanan si B, simpanan si C, simpanan si D” bila dikombinasikan dengan “perempuan yang wajahnya kurang bagus itu” kemudian dikombinasikan lagi dengan “adalah perempuan yang pernah jadi”, sehingga hasil kombinasi tersebut memunculkan suatu konsep (dalam hal ini pesan atau makna) bahwa wanita yang selingkuh (petanda dari simpanan si A, simpanan si B, simpanan si C, simpanan si D) merupakan ciri wanita yang kurang baik.